penulis : ustadz firanda andirja
Sesungguhnya Allah menyikapi para hamba-hambaNya di akhirat sesuai dengan niat-niat mereka di dunia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتهِمْ
"Manusia dikumpulkan (di padang mahsyar-pen) berdasarkan niat-niat mereka" (HR Ibnu Majah no 4230, dishahihkan oleh Syaikh Albani)
Beliau juga bersabda;
إنما يُبْعَثُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتِهِمْ
"Manusia dibangkitkan hanyalah di atas niat-niat mereka" (HR Ibnu Majah no 4229, dihasnkan oleh Syaikh Albani)
Maka sungguh berbahagia orang-orang yang ikhlas tatkala di akhirat kelak.. hari di mana Allah akan mengungkapkan seluruh yang tersembunyi di hati. Allah berfirman
أَفَلا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (٩)وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ (١٠)إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ (١١
Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dinampakan apa yang ada di dalam dada, Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha mengetahui Keadaan mereka. (QS Al-'Aadiyaat 9-10)
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ (٩
Pada hari dinampakkan segala rahasia (QS At-Thooriq : 9)
Rahasia apakah yang terdapat dalam hati kita tatkala ditampakkan oleh Allah pada hari kiamat kelak?? Keikhlsan kita…?? ataukh riyaa' kita yang selama ini tersembunyi dari penglihatan manusia??
Para pembaca yang budiman sesungguhnya kita semua sadar bahwasanya ikhlas merupakan amalan hati yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah.
Ibnu Taimiyyah berkata, "Mengikhlaskan agama hanya untuk Allah merupakan agama yang Allah tidak akan menerima selain agama yang ikhlas tersebut. Agama yang ikhlash inilah yang Allah turunkan bersama para nabi dari yang pertama hingga para nabi yang terakhir… dan inilah intisari dari dakwah Nabi dan dia merupakan poros AL-Qur'an yang berputar poros tersebut…" (Majmu fatawa 10/49)
Ikhlash merupakan syi'arnya kaum mukminin. Allah berfirman tentang perkataan mereka
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا
Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS Al-Insaan : 9)
Kitapun sadar bahwasanya meraih keikhlasan merupakan puncak dari segala kebahagiaan dalam kehidupan yang penuh dengan pernak-pernik…, akan tetapi kitapun sadar bahwasanya meraih keikhlasan merupakan perkara yang sangat berat dan susah… membutuhkan perjuangan berat… perjuangan dan jihad seumur hidup melawan riyaa sum'ah dan ujub… perjuangan yang tiada pernah berhenti…
Pantas saja jika imam besar sekelas Sufyaan At-Tsauri rahimahullah pernah berkata
مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي لأَنَّهُ تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ
Tidak pernah aku memperbaiki sesuatu yang lebih berat bagiku dari pada niatku, karena niat selalu berubah-ubah (Jaami'ul 'Uluum wal Hikam 29)
Oleh karenanya sangatlah pantas jika Allah memberikan ganjaran yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas.
Pada kesempatan ini penulis berusaha menyebutkan beberapa keutamaan keikhlasan yang semoga bisa memotivasi kita untuk tetap berusaha meraih keikhlasan. Tentunya apa yang akan penulis sebutkan ini hanyalah sebagian keutamaan ikhlash dan bukan semuanya, karena keutamaan ikhlash tentu sangatlah banyak… hanya Allah-lah yang lebih mengetahuinya.
Pertama : Ikhlash merupakan sebab diampuninya dosa
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu meriwayatkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ
"Tatkala ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang wanita pezina dari kaum bani Israil, maka wanita tersebut melepaskan khufnya (sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita tersebut karena amalannya itu" (HR Al-Bukhari no 3467 dan Muslim no 2245)
Dalam hadits ini sangatlah nampak keikhlasan sang wanita pezina tatkala menolong sang anjing, hal ini nampak dari perkara-perkara berikut ini :
- Tidak ada seorangpun yang melihat sang wanita tatkala menolong sang anjing. Yang melihatnya hanyalah Dzat Yang Maha melihat yaitu Allah.
- Amalan yang cukup berat yang dikerjakan oleh sang wanita ini, di mana ia turun ke sumur lalu mengisi air ke sepatunya lalu memberikannya ke anjing tersebut. Bagi seorang wanita pekerjaan seperti ini cukup memberatkan. Akan tetapi terasa ringan bagi seorang yang ikhlash
- Wanita ini sama sekali tidak mengharapkan ucapan terima kasih dari hewan yang hina seperti anjing tersebut, apalagi mengharapkan balas jasa dari anjing tersebut. Ini menunjukkan akan ikhlashnya sang wanita pezina tersebut.
Ibnul Qoyyim berkata, "Apa yang ada di hati wanita pezina yang melihat seekor anjing yang sangat kehausan hingga menjilat-jilat tanah. Meskipun tidak ada alat, tidak ada penolong, dan tidak ada orang yang bisa ia nampakkan amalannya, namun tegak di hatinya (tauhid dan keikhlasan-pen) yang mendorongnya untuk turun ke sumur dan mengisi air di sepatunya, dengan tanpa mempedulikan bisa jadi ia celaka, lalu membawa air yang penuh dalam sepatu tersebut dengan mulutnya agar memungkinkan dirinya untuk memanjat sumur. Salain itu tawadhu' wanita pezina ini terhadap makhluk yang biasanya dipukul oleh manusia. Lalu iapun memegang sepatu tersebut dengan tangannya lalu menyodorkannya ke mulut anjing tanpa ada rasa mengharap sedikitpun dari anjing adanya balas jasa atau rasa terima kasih. Maka sinar tauhid yang ada di hatinya tersebut pun membakar dosa-dosa zina yang pernah dilakukannya, maka Allah pun mengampuninya" (Madaarijus Saalikiin 1/280-281):
Berkata Ibnu Rojab Al-Hanbali, "Jika sempurna tauhid seorang hamba dan keikhlasannya kepada Allah dalam tauhidnya serta ia memenuhi seluruh persyaratan tauhid dengan hatinya dan lisannya serta anggota tubuhnya, atau hanya dengan hatinya dan lisannya tatkala akan meninggal maka hal itu akan mendatangkan pengampunan terhadap seluruh dosa yang telah lalu dan akan mencegahnya sehingga sama sekali tidak masuk neraka" (Jaami'ul Uluum wal Hikam hal 398):
Namun tentunya tidak semua orang yang mengucapkan kalimat ikhlash yaitu “laa ilaah illallah” dan memberi minum kepada seekor anjing akan meraih apa yang telah diraih oleh wanita pezina tersebut berupa ampunan Allah yang sangat luas. Ibnu Taimiyyah berkata :"Tidaklah semua hasanah (kebaikan) akan menghapuskan seluruh sayyiah (keburukan), akan tetapi terkadang menghapuskan dosa-dosa kecil dan terkadang menghapuskan dosa-dosa besar ditinjau dari keseimbangannya (yaitu apakah hasanah tersebut nilainya besar seimbang dengan nilai dosa tersebut?-pen). Satu jenis amalan terkadang dikerjakan oleh seseorang dengan model yang sempurna keikhlasannya dan peribadatannya kepada Allah maka dengan sebab tersebut Allah mengampuni dosa-dosa besarnya. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam sunan At-Thirmidzi, Ibnu Majah, dan selain keduanya dari sahabat Abdullah bin 'Amr bin Al-'Aash dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلاَئِقِ ، فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ، كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، يَا رَبِّ ، فَيَقُولُ : أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، ثُمَّ يَقُولُ : أَلَكَ عُذْرٌ ، أَلَكَ حَسَنَةٌ ؟ فَيُهَابُ الرَّجُلُ ، فَيَقُولُ : لاَ ، فَيَقُولُ : بَلَى ، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ ، وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ ، فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، قَالَ : فَيَقُولُ : يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ ، مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ ؟ فَيَقُولُ : إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ ، فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كِفَّةٍ ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ.
"Pada hari kiamat dipanggillah seseorang dari umatku di hadapan seluruh khalayak, lalu dibeberkan kepadanya 99 lembaran catatan amal. Setiap lembaran tersebut (besarnya/panjangnya-pen) sejauh mata memandang. Kemudian Allah Azza wa Jalla berkata kepadanya, "Apakah ada sesuatu yang engkau ingkari dari catatan-catatan ini?", ia berkata, "Tidak wahai Robku". Allah berkata, "Apakah para malaikat pencatat amal telah menzolimi engkau (karena salah mencatat-pen)?", ia berkata, "Tidak". Allah berkata, "Apakah engkau punya udzur?, apakah engkau memiliki kebaikan?". Maka iapun menjadi takut dan berkata, "Tidak". Allah berkata, "Bahkan engkau memiliki kebaikan-kebaikan di sisi Kami, dan engkau tidak akan didzolimi pada hari ini". Maka dikeluarkanlah baginya sebuah kartu yang terdapat tulisan أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. Iapun berkata, "Wahai Tuhanku apa nilainya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran catatan-catatan amal tersebut?". Allah berkata, "Engkau tidak akan didzolimi". Maka diletakkanlah lembaran-lembaran catatan amal tersebut di daun timbangan dan diletakkan juga kartu tersebut di daun timbangan yang satunya maka ringanlah lembaran-lembaran tersebut dan lebih berat kartu tersebut" (HR Imam Ahmad dalam musnadnya 11/571 no 6994, At-Thirmidzi no 2639, dan Ibnu Maajah no 4300)
Kondisi seperti ini adalah kondisi orang yang mengucapkan syahaadat dengan ikhlas dan sungguh-sungguh sebagaimana yang diucapkan oleh orang ini. Karena para pelaku dosa besar yang masuk dalam neraka semuanya juga mengucapkan Laa ilaaha illaallaah" (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/219)
Banyak hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas, yaitu hadits-hadits yang menunjukkan sedikitnya amalan akan tetapi jika dibangun di atas keikhlasan yang tinggi maka akan mendatangkan maghfiroh Allah. Diantaranya : sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِى كَانَ بَلَغَ مِنِّى. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِىَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ
"Tatakala seseorang sedang menyusuri sebuah jalan dalam keadaan haus yang sangat amat, maka iapun mendapati sebuah sumur. Iapun turun ke dalam sumur tersebut lalu minum, lalu keluar dari sumur tersebut. Tiba-tiba ia melihat seekor anjing sedang menjilat-jilat tanah karena kehausan. Maka iapun berkata : Anjing yang sangat kehuasan sebagaimana haus yang aku rasakan. Maka iapun turun ke dalam sumur lalu mengisi sepatunya dengan air kemudian ia memegang sepatu dengan mulutnya hingga akhirnya ia memanjat dinding sumur lalu iapun memberi minum anjing tersebut. Maka Allahpun membalas jasanya dan mengampuni dosa-dosanya" (Muslim no 2244)
Dalam lafal yang lain فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ "Maka Allahpun membalas jasanya lalu memasukannya ke dalam surga" (HR Al-Bukhari no 173)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ ، فَغَفَرَ لَهُ
"Tatkala ada seseorang berjalan di sebuah jalan maka ia mendapati dahan berduri di tengah jalan, maka iapun manjauhkan dahan tersebut maka Allahpun membalasnya dan memaafkan dosa-dosanya" (HR Al-Bukhari no 652 dan Muslim no 1914)
Oleh karenanya benarlah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقْ
"Janganlah engkau menyepelakan kebaikan sedikitpun, meskipun hanya senyuman tatkala bertemu dengan saudaramu" (HR Muslim no 2626)
Jika senyuman tersebut dibangun di atas keikhlasan yang dalam dari lubuk hati yang dalam maka bisa jadi merupakan sebab datangnya maghfiroh Allah ta'aalaa. Hanya saja terlalu banyak senyum yang ditebarkan… akan tetapi ternyata bukan senyuman yang dibangun di atas keikhlasan yang tulus… akan tetapi ada udang di balik senyuman tersebut… dan ternyata bukan hanya udang akan tetapi ada juga kepiting, penyu, dan lain-lain… maksud-maksud dan tujuan-tujuan duniawi yang tersembunyi di balik senyuman tersebut.
Ibnul Mubarok pernah berkata:
رُبَّ عملٍ صغيرٍ تعظِّمهُ النيَّةُ ، وربَّ عمل كبيرٍ تُصَغِّره النيَّةُ
"Betapa banyak amal yang kecil menjadi bernilai besar karena niat, dan betapa banyak amalan besar yang menjadi bernilai kecil karena niat" (Jaami'ul 'Uluum wal Hikam hal 13)
Oleh karenanya jangan sampai salah sangka..!!!, janganlah sampai seseorang tatkala membaca hadits di atas tentang kisah wanita pezina yang diampuni dosa-dosanya hanya karena memberi minum kepada seekor anjing lantas menyangka bahwa siapa saja yang memberi minum kepada seekor anjing maka dosa-dosanya akan terampuni !!!., demikian pula halnya, tidaklah semua orang yang memindahkan duri dari tengah jalan maka otomatis terampuni dosa-dosanya !!!
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Wanita (pezina) ini memberi minum kepada seekor anjing dengan keimanan yang murni yang terdapat dalam hatinya maka iapun diampuni (oleh Allah), tentu saja tidak semua pezina yang memberi minum kepada seekor anjing maka akan diampuni. Demikian pula lelaki yang menjauhkan dahan berduri dari tengah jalan, tatkala itu ia melakukannya dengan keimanan yang murni dan keikhlasan yang memenuhi hatinya, karenanya iapun diampuni. Karena sesungguhnya amalan-amalan bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar keimanan dan keikhlasan yang ada di hati. Sesungguhnya ada dua orang yang berdiri dalam satun shaf sholat akan tetapi pahala sholat mereka jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya seperti jauhnya jarak antara langit dan bumi. Dan tidak semua orang yang memindahkan dahan berduri dari tengah jalan otomatis diampuni dosa-dosanya" (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/221-222)
Kedua : Ikhlas menjaga seseorang sehingga tidak terjerumus dalam fitnah terutama fitnah wanita
Allah berfirman :
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٣٩)إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٤٠
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka". (QS Al-Hijr 39-40)
Allah juga berfirman :
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٨٢)إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٨٣
Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka (QS Shood 82-83)
Allah berfirman tentang Nabi Yusuf alaihis salam:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (٢٤
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlash (yang terpilih). (QS Yusuf : 24)
Para pembaca yang budiman sesungguhnya ujian yang dihadapi Nabi Yusuf 'alaihis salaam sangatlah besar, dan banyak faktor yang memperkuat ujian yang dihadapi beliau, di antaranya
- Hasrat kepada wanita yang Allah tanamkan kepada setiap lelaki, sebagaimana hasratnya seseorang yang haus kepada air dan hasratnya orang yang lapar kepada makanan. Bahkan banyak orang yang mampu dan sabar untuk menahan lapar dan haus akan tetapi mereka tidak kuasa bersabar di hadapan wanita. Tentunya hal ini tidaklah tercela jika hasrat tersebut dilepaskan pada tempat yang halal
- Nabi Yusuf 'alaihis salam adalah seorang yang muda belia, dan tentunya syahwatnya seorang yang muda berkobar tidak sebagaimana orang yang sudah tua. Dan beliau tidak memiliki istri atau budak wanita yang bisa meredakan syahwat beliau. Oleh karenanya keberadaan permaisuri yang cantik jelita merupakan cobaan berat bagi beliau 'alaihi salam.
- Beliau 'alaihis salam adalah seorang yang asing yang jauh dari kampung dan keluarga serta orang-orang yang mengenal beliau. Tentunya seseorang yang jauh dari kampung dan kerabat maka lebih berani untuk melakukan kemaksiatan karena ia tidak perlu menanggung malu jika ketahuan perbuatannya.
- Sang wanita adalah seorang yang sangat cantik dan memiliki kedudukan, ia adalah permaisuri raja. Kecantikan saja atau kedudukan saja sudah cukup untuk menjadi penggoda yang kuat, apatah lagi jika berkumpul keduanya, kecantikan dan kedudukan.
- Sang wanitalah yang berhasrat kepada Yusuf dan yang merayu Yusuf 'alaihis salam. Bahkan berusaha semaksimal mungkin agar Yusuf tunduk kepada syahwatnya. Banyak orang yang mungkin malu untuk memulai merayu seorang wanita, akan tetapi syahwat mereka langsung berkobar tatkala ternyata yang mulai merayu adalah sang wanita, ternyata sang wanita telah membuka pintu selebar-lebarnya.
- Yusuf 'alaihis salam berada di bawah kekuasaan wanita ini, dan dikhawatirkan jika beliau tidak menuruti hasrat sang wanita maka sang wanita akan menganiaya beliau
- Pintu-pintu telah ditutup oleh sang wanita sehingga tidak seorangpun yang melihat mereka berdua. (Lihat penjelasan faktor-faktor ini di kitab Al-Jawaab Al-Kaafi karya Ibnul Qoyyim hal 483-487)
Meskipun faktor-faktor pendorong begitu banyak dan kuat akan tetapi Nabi Yusuf akhirnya lolos dari ujian tersebut. Hal ini disebabkan keikhlasan beliau, oleh karenanya Allah berfirman :
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami ikhlash (yang terpilih). (QS Yusuf : 24)
Ada dua qirooah tentang firman Allah الْمُخْلَِصِيْنَ, yaitu dengan memfathah huruf laam المُخْلَصِيْنَ sehingga maknanya (hamba-hamba Kami yang terpilih)), dan dengan mengkasroh huruf laam الْمُخْلِصِيْنَ yaitu (hamba-hamba Kami yang ikhlash) (lihat Tafsiir At-Thobari 12/191)
At-Thobari berkata, "Kedua qiroo'ah ini sepakat dalam makna yang sama, karena barangsiapa yang dipilih oleh Allah maka ia adalah orang yang ikhlash kepada Allah dalam tauhid dan ibadah, dan barangsiapa yang mengikhlashkan tauhid dan ibadahnya kepada Allah dan tidak berbuat kesyirikian kepada Allah maka ia termasuk orang-orang yang dipilih oleh Allah" (Tafsir At-Thobari 12/191)
Karenanya orang yang ikhlashlah yang akan dijaga Allah sehingga bisa terhindar dari fitnah wanita. Kenapa bisa demikian?, Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Jika hati mencintai Allah saja dan mengikhlaskan agama hanya untuk Allah maka hati tersebut tidak akan terfitnah dengan mencintai selain Allah, apalagi sampai mabuk kepayang. Jika hati tertimpa 'isyq' (mabuk kepayang) maka hal itu dikarenakan kurangnya mahabbah(kecintaan) kepada Allah. Oleh karenanya tatkala Yusuf mencintai Allah dan ikhlash kepada Allah maka ia tidak tertimpa mabuk kepayang" (Amroodul quluub hal 26)
Beliau juga berkata, "Dan di antara sebab terbesar fitnah ini (yaitu perindu bentuk-bentuk wanita yang cantik hingga mabuk kepayang-pen) adalah berpalingnya hati dari Allah. Sesungguhnya jika hati telah merasakan manisnya beribadah kepada Allah dan manisnya ikhlash kepada Allah maka tidak ada sesuatupun yang lebih manis, lebih nikmat, dan lebih baik daripada manisnya ibadah dan manisnya keikhlashan…
Allah memalingkan hambanya dari perkara yang buruk seperti kecondongan kepada gambar-gambar (bentuk-bentuk wanita) dan keterikatan terhadap gambar-gambar tersebut, Allah memalingkan hal tersebut dari hambanya karena keikhlasannya kepada Allah. Oleh karenanya seseroang dikuasai oleh hawa nafsunya sebelum merasakan manisnya ibadah dan ikhlash kepada Allah, namun setelah ia merasakan manisnya ibadah dan keikhlashan dan menguat di hatinya maka tunduklah hawa nafsunya" (Majmuu' Al-Fataawa 10/187-188)
Dari penjelasan di atas maka hendaknya kita menginstropeksi diri, apakah tatkala kita berhadapan dengan fitnah wanita kita bisa bertahan…??, jika iya maka semoga itu adalah tanda keikhlashan kepada Allah. Akan tetapi jika kita dihadapkan kepada fitnah wanita lantas kita tenggelam dalam fitnah tersebut maka ini merupakan tanda tidak ikhlasnya kita, maka janganlah kita terpedaya dengan banyaknya ibadah yang telah kita lakukan, banyaknya sholat dan puasa yang telah kita kerjakan…!!! Allahul Musta'aan.
sumber : klik disini
Selengkapnya...
Selasa, 31 Januari 2012
Keutamaan Ikhlas ( bag.1 )
Alam Semesta Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Oleh: Abu Yusuf Ahmad Jamil bin Alim as-Salafi
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” [QS.Al-Isra’:44]
Allah Maha Besar sedangkan alam semesta dan seisinya kecil bagi-Nya. Allah Maha Perkasa tiada suatupun yang sulit bagi-Nya dan tiada pula suatupun yang dapat melemahkan-Nya. Allah Maha Pencipta, Dia tidak menciptakan alam semesta karena sebuah permainan belaka, tetappi Dia menciptakan alam semesta suapa mereka tunduk menghinakan diri mengagungkan-Nya, sehingga segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi tunduk mentauhidkan-Nya dan bertasbih memuji kebesaran-Nya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada dibumi, Raja yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS.al-Jumu’ah:1]
Marilah kita merenung sejenak mentadaburi ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan ketundukan alam semesta dalam mentauhidkan Allah, semoga dengan mentadaburi tanda-tanda kebesaran Allah, semakin menambah keyakinan dan keimanan kita kepada-Nya.
Kita mulai pembahasan ini dengan menyimak bagaimana ibadah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shalat malam hingga kaki beliau bengkak padahal beliau telah dijamin masuk surga, beliau senantiasa bertaubat dan beristighfar seratus kali dalam sehari padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, beliau tidak takut miskin dalam bersedekah, bahkan beliau lebih cepat dalam bersedekah daripada angin yang diutus Allah untuk menurunkan hujan, beliau adalah manusia yang paling berakhlak mulia, jujur, amanat, sabar rendah diri dan memiliki akhlak-akhlak mulia yang lainnya, sehingga Allah ta’ala berfirman memuji Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya):
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap Allah dan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah. [QS.al Ahzab:21]
Demikian pula dengan seluruh para nabi dan rasul ‘alaihimussalam, mereka adalah makhluk Allah yang terbaik, mereka adalah hamba-hamba Allah yang paling taat beribadah, sehingga mereka dipilih Allah menjadi duta besar dan utusan yang menyeru manusia untuk menyembah-Nya dan meninggalkan sesembahan kepada selain-Nya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Rabb (yang hak) melainkan Aku, maka beribadahlah kamu sekalian kepadaKu.” [QS.al Anbiya’:25]
Kemudian marilah kita memperhatikan bagaimana ketaatan para malaikat dalam beribadah kepada Allah, dan ingatlah bahwa malaikat adalah makhluk Allah yang sangat taat beribadah, mereka selalu mengerjakan perintah Allah dan tidak pernah mendurhakai perintah-Nya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Mereka (para malaikat) tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [QS.at Tahrim:6]
Firman-Nya (yang artinya):
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang dilangit dan dibumi. Dan Malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” [QS.al Anbiya’:19-20]
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata: “Dan yang disisi-Nya” yaitu para malaikat “mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada pula merasa letih” artinya: mereka tidak merasa bosan dan tidak pula merasa jenuh dalam beribadah, karena disebabkan besarnya keinginan mereka dan sempurnanya kecintaan mereka serta kuatnya badan mereka. “mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya” artinya: mereka selalu mengisi seluruh waktu mereka untuk beribadah dan bertasbih, tidak ada waktu mereka yang sepi dan sunyi dari ibadah. Walaupun jumlah mereka banyak, namun semuanya memiliki sifat ini, yang demikian itu menunjukkan keagungan Allah dan besarnya kekuasan-Nya, sempurna ilmu-Nya dan kebijaksanaan-Nya, yang demikian itu mengharuskan tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia dan tidak diarahkan ibadah kepada selain-Nya.” [Lihat Taisir Karim ar Rahman, hal.520-521]
Jumlah malaikat sangatlah banyak, sampai-sampai tujuh langitpun merasa berat memikul beban mereka karena jumah mereka yang sangat banyak. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Langit itu merintih, dan benar jika langit itu merintih, demi jiwa Muhammad yang berada ditangan-Nya, tidak ada tempat di langit jarak satu jengkal kecuali terdapat dahi malaikat yang sedang bersujud, bertasbih kepada Allah dengan memuji-Nya.” [Lihat: ash Shahihah, no.852]
Dan ketahuilah malaikat yang bertugas memikul Arsy adalah malaikat yang sangat besar. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku diberi izin untuk menceritakan tentang (besarnya) malaikat dari malaikat Allah yang memikul Arsy; sesungguhnya antara daun telinganya sampai kepundaknya menempuh jarak perjalanan tujuh ratus tahun.” [HR.Abu Dawud. Dan dishahihkan oleh al-Albani di ash-Shahihah, no.151]
Allah maha Besar, alangkah kecilnya manusia dibandingkan dengan malaikat pemikul Arsy, tetapi kenapa banyak manusia yang berani durhaka kepada Allah dengan menyekutukan-Nya dan bermaksiat kepada-Nya?! Sedangkan malaikat pemikul Arsy yang sangat besar tersebut tunduk mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“(Malaikat-malaikat) yang memikul Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabb-nya dan mereka beriman kepada-Nya.” [QS.al-Mu’min:7]
Ketika langit dan bumi dipanggil menghadap Allah, maka keduanya datang memenuhi panggilan Allah dengan penuh ketaatan.
Firman-Nya (yang artinya):
“Kemudian Dia menuju langit, dan langit, dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.” [QS.Fushshilat:11]
Demikian juga matahari, bulan, bintang-bintang, pegunungan, pepohonan, binatang dan burung-burung; mereka semua tunduk bersujud mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Apakah kamu tiada mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit dan di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan, bianatang-binatang yan melata, dan sebagian besar manusia? Dan banyak diantara manusia yang ditetapkan siksa atasnya. Dan barangsiapa yang dhinakan Allah maka tidak ada seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” [QS.al-Hajj:18]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya hanya Dialah saja yang berhak disembah dan tiada sekutu bagi-Nya; segala sesuatu bersujud memuji kebesaran-Nya baik dalam keadaan taat ataupun terpaksa.” [Tafsir Ibn Katsir, Jilid 10, hal.24]
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedang mereka berendah diri. Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang ada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedang mereka (para malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka dan mereka selalu melaksanakan apa yang diperintahkan.” [QS.an-Nahl:48-50]
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung itu untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi. Dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing amat taat kepada Allah.” [QS.Shaad:18-19]
Firman-Nya (yang artinya):
“Kalau sekiranya kami menurunkan al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” [QS.al Hasyr:21]
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku ketika matahari tenggelam:
“Tahukah kamu kemana matahari itu pergi?” Aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari itu pergi sehingga ia sujud dibawah Arsy, lalu ia minta izin (terbit dan timur) maka iapun diberi izin, hampir-hampir ia sujud namun tidak diterima sujudnya dan ia minta izin (terbit dari timur) namun ia tidak diberi izin, lalu dikatakan kepadanya “Kembalilah dari tempat kamu datang”, maka iapun terbit dari sebelah barat.” [HR.al Bukhari, no.3199, Muslim no.250]
Pada waktu musim hujan seringkali kita mendengar suara petir yang menakutkan. Tetapi apakah kita mengetahui bahwa petirpun tunduk mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya.?
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan petir itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang dikehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Rabb yang Maha keras siksa-Nya.” [QS.ar Ra’ad:13]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla menciptakan awan, maka awan tersebut berbicara dengan baik dan tertawa dengan baik.” [HR.Ahmad. Lihat ash-Shahihah no.1665]
Jumlah batu-batuan di atas bumi sangatlah banyak. Sehingga dimanapun kita berada kita selalu menjumpai batu-batuan tersebut. Tetapi tahukah kita bahwa batu-batuan tunduk mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya?
Allah ta’ala berfiman (yang artinya):
“Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu lakukan.” [QS.al BAqarah:74]
Dari Jabir bin Samuroh radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sebongkah batu yang di Mekah mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus (menjadi Nabi), sesungguhnya aku benar-benar mengetahuinya sekarang.” [HR.Muslim no.5898]
Bahkan makanan yang kita makan dan minuman yang kita minum tunduk mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
“Dahulu kami pernah mendengar tasbih makanan yang sedang disantap.” [HR.al Bukhari no.3579]
Allah Maha Besar, segala sesuatu yang kecil atau yang besar tunduk mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya, maka Maha Benar Allah di dalam firman-Nya (yang artinya):
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha penyantun lagi Maha Pengampun.” [QS.al-Isra’:44]
Alam semesta selain tunduk mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya, mereka juga cemburu dan marah ketika melihat ulah manusia yang melakukan kesyirikan, kekufuran dan kemaksiatan. Maka perhatikanlah kemarahan langit, bumi dan gunung ketika mendengar manusia mengatakan bahwa Allah memiliki anak.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan mereka berkata: “Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan suatu perkata yang sangat munkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, bumi terbelah dan gunung-gunung runtuh. Karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” [QS.Maryam:88-90]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Hampir-hampir langit, bumi dan gunung-gunung itu hancur ketika mendengar ucapan para pendosa dari kalangan manusia, sebagai tanda pengagungan kepada Allah, lantaran mereka adalah makhluk yang diciptakan untuk mentauhidkan-Nya. Sesungguhnya tiada Rabb yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, tiada pula yang semisal dengan-Nya, Dia tidak memiliki anak dan tiada pula memiliki istri, tidak ada yang setara dengan-Nya, tetapi Dia Maha Esa dan segala sesuatu bergantung kepada-Nya.” [Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 9, hal.300]
Bahkan burung Hud-Hud pun cemburu dan marah ketika melihat ulah manusia memalingkan ibadah kepada selain Allah, maka simaklah firman Allah yang mengkisahkan keajaiban burung Hud-hud (yang artinya):
“Dan dia (Sulaiman) memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh benar-benar aku menyiksanya dengan siksa yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.” Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud) lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya, dan aku datang kepadamu dari negeri Saba’ dengan membawa berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya bersujud kepada matahari, selain Allah; dan syaithan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak mendapat petunjuk. Agar mereka tidak bersujud kepada Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Dia, Rabb Yang mempunya Arsy yang besar.” [QS.an-Naml:20-26]
Renungkanlah, burung Hud-hud marah ketika melihat ulah manusia melakukan perbuatan syirik. Tetapi kenapa banyak dari kaum muslimin yang masa bodoh serta acuh tak acuh melihat kesyirikan dan kekufuran, mereka tidak cemburu melihat Allah disekutukan?! Apakah hal ini menandakan burung Hud-hud lebih mulia disisi Allah daripada mereka?! Inna lillahi wa innaa ilaihi roji’un.
Ketika hari kiamat semakin dekat, di waktu semua manusia kufur dan tidak taat, maka sejenis binatang yang berada di perut bumi keluar berkata kepada manusia mengingkari kondisi mereka yang tidak beriman dengan tanda-tanda kebesaran Rabb. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.: [QS.an Naml:82]
Allahu Akbar, alam semesta seluruhnya tunduk menyembah Allah, tidak ada satupun mereka yang menyekutukan Allah dan tidak ada satupun mereka yang memalingkan ibadah kepada selain Allah kecuali sebagian dari kalangan jin dan manusia, yang demikian itu menunjukkan bahwa Allah Maha Esa dan hanya Dia-lah yang berhak disembah.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dia-lah Allah yang tiada Rabb berhak disembah selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Rabb berhak disembah selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengkaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada dilangit dan dibumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS.al Hasyr:22-24]
Maka betapa bodohnya manusia yang menyembah selain Allah, baik menyembah matahari ataupun bulan, menyembah patung atau bintang, menyembah pepohonan atau binatang, padahal apa yang mereka sembah tersebut tunduk mentauhidkan Allah dan bertasbih memuji kebesaran-Nya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan Dia-lah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana.” [QS.al Hasyr:1]
Betapa buta dan tulinya orang yang mengaku beragama Islam, tetapi mereka masih melakukan beragam kesyirikan dan berbagai macam bentuk ketergantungan kepada selain Allah; baik mereka berdoa memohon permintaan kepada kuburan wali yang dikeramatkan ataupun mereka berdoa memohon permintaan kepada jin-jin yang mereka agungkan, padahal permohonan mereka tidak mungkin dikabulkan oleh siapapun selain Allah.
Firman-Nya (yang artinya):
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkan olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu minta selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah punya yang disembah.” [QS.al Hajj:73]
Alangkah meruginya orang-orang yang malas dan menyombongkan diri untuk beribadah; banyak yang meninggalkan shalat, banyak yang malas berpuasa, banyak yang enggan membayar zakat dan berinfak, banyak yang tidak mau menunaikan haji, padahal mereka tidak diciptakan di dunia ini melainkan hanya untuk beribadah kepada Allah.
Firman-Nya (yang artinya):
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” [QS.adz Dzariyat:56]
Alangkah hinanya orang-orang yang mencari kepuasan dengan kemaksiatan seperti: minum minuman keras, menikmati perzinahan dan pergaulan bebas dan yang lainnya, semua larangan itu tidak lagi dihiraukan karena mereka tidak mengenal kebesaran Rabb.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit-langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Allah dan maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” [QS.az-Zumar:67]
Akhirnya mudah-mudahan Allah selalu menunjukkan kita ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang mengantarkan kita menuju surga dan selamat dari siksa api neraka.Aamiin. Wallahu A’lam.
Sumber:
Diketik ulang dari Majalah adz Dzakiirah Vol.8 No.1 Edisi.55 Th.1430/2009 Hal.7-18
Selengkapnya...
Disaat sukses itu datang
Di kala impian belum terwujud, kita selalu banyak memohon dan terus bersabar menantinya. Namun di kala impian sukses tercapai, kadang kita malah lupa daratan dan melupakan Yang Di Atas yang telah memberikan berbagai kenikmatan. Oleh karenanya, apa kiat ketika kita telah mencapai hasil yang kita idam-idamkan? Itulah yang sedikit akan kami kupas dalam tulisan sederhana ini. Akui Setiap Nikmat Berasal dari-Nya
Inilah yang harus diakui oleh setiap orang yang mendapatkan nikmat. Nikmat adalah segala apa yang diinginkan dan dicari-cari. Nikmat ini harus diakui bahwa semuanya berasal dari Allah Ta'ala dan jangan berlaku angkuh dengan menyatakan ini berasal dari usahanya semata atau ia memang pantas mendapatkannya. Coba kita renungkan firman Allah Ta'ala,
لا يَسْأَمُ الإنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ
"Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan." (QS. Fushshilat: 49). Atau pada ayat lainnya,
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ
"Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa." (QS. Fushshilat: 51)
Inilah tabiat manusia, yang selalu tidak sabar jika ditimpa kebaikan atau kejelekan. Ia akan selalu berdo'a pada Allah agar diberikan kekayaan, harta, anak keturunan, dan hal dunia lainnya yang ia cari-cari. Dirinya tidak bisa merasa puas dengan yang sedikit. Atau jika sudah diberi lebih pun, dirinya akan selalu menambah lebih. Ketika ia ditimpa malapetaka (sakit dan kefakiran), ia pun putus asa. Namun lihatlah bagaimana jika ia mendapatkan nikmat setelah itu? Bagaimana jika ia diberi kekayaan dan kesehatan setelah itu? Ia pun lalai dari bersyukur pada Allah, bahkan ia pun melampaui batas sampai menyatakan semua rahmat (sehat dan kekayaan) itu didapat karena ia memang pantas memperolehnya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta'ala,
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي
"Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: "Ini adalah hakku."(QS. Fushshilat: 50)
Sifat orang beriman tentu saja jika ia diberi suatu nikmat dan kesuksesan yang ia idam-idamkan, ia pun bersyukur pada Allah. Bahkan ia pun khawatir jangan-jangan ini adalah istidroj (cobaan yang akan membuat ia semakin larut dalam kemaksiatan yang ia terjang). Sedangkan jika hamba tersebut tertimpa musibah pada harta dan anak keturunannya, ia pun bersabar dan berharap karunia Allah agar lepas dari kesulitan serta ia tidak berputus asa.[1]
Ucapkanlah "Tahmid"
Inilah realisasi berikutnya dari syukur yaitu menampakkan nikmat tersebut dengan ucapan tahmid (alhamdulillah) melalui lisan. Ini adalah sesuatu yang diperintahkan sebagaimana firman Allah Ta'ala,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (QS. Adh Dhuha: 11)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ
"Membicarakan nikmat Allah termasuk syukur, sedangkan meninggalkannya merupakan perbuatan kufur." (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih Al Jaami' no. 3014).
Lihat pula bagaimana impian Nabi Ibrahim tercapai ketika ia memperoleh anak di usia senja. Ketika impian tersebut tercapai, beliau pun memperbanyak syukur pada Allah sebagaimana do'a beliau ketika itu,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ
"Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. " (QS. Ibrahim: 39).
Para ulama salaf ketika mereka merasakan nikmat Allah berupa kesehatan dan lainnya, lalu mereka ditanyakan, "Bagaimanakah keadaanmu di pagi ini?" Mereka pun menjawab, "Alhamdulillah (segala puji hanyalah bagi Allah)."[2]
Oleh karenanya, hendaklah seseorang memuji Allah dengan tahmid (alhamdulillah) atas nikmat yang diberikan tersebut. Ia menyebut-nyebut nikmat ini karena memang terdapat maslahat dan bukan karena ingin berbangga diri atau sombong. Jika ia malah melakukannya dengan sombong, maka ini adalah suatu hal yang tercela.[3]
Memanfaatkan Nikmat dalam Amal Ketaatan
Yang namanya syukur bukan hanya berhenti pada dua hal di atas yaitu mengakui nikmat tersebut pada Allah dalam hati dan menyebut-nyebutnya dalam lisan, namun hendaklah ditambah dengan yang satu ini yaitu nikmat tersebut hendaklah dimanfaatkan dalam ketaaatan pada Allah dan menjauhi maksiat.
Contohnya adalah jika Allah memberi nikmat dua mata. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk membaca dan mentadaburi Al Qur'an, jangan sampai digunakan untuk mencari-cari aib orang lain dan disebar di tengah-tengah kaum muslimin. Begitu pula nikmat kedua telinga. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk mendengarkan lantunan ayat suci, jangan sampai digunakan untuk mendengar lantunan yang sia-sia. Begitu pula jika seseorang diberi kesehatan badan, maka hendaklah ia memanfaatkannya untuk menjaga shalat lima waktu, bukan malah meninggalkannya. Jadi, jika nikmat yang diperoleh oleh seorang hamba malah dimanfaatkan untuk maksiat, maka ini bukan dinyatakan sebagai syukur.
Intinya, seseorang dinamakan bersyukur ketika ia memenuhi 3 rukun syukur: [1] mengakui nikmat tersebut secara batin (dalam hati), [2] membicarakan nikmat tersebut secara zhohir (dalam lisan), dan [3] menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang diridhoi Allah (dengan anggota badan).
Abul 'Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ
"Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan."[4]
Merasa Puas dengan Rizki Yang Allah Beri
Karakter asal manusia adalah tidak puas dengan harta. Hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berbagai haditsnya. Ibnu Az Zubair pernah berkhutab di Makkah, lalu ia mengatakan,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ »
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat." (HR. Bukhari no. 6438)
Inilah watak asal manusia. Sikap seorang hamba yang benar adalah selalu bersyukur dengan nikmat dan rizki yang Allah beri walaupun itu sedikit. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
"Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak." (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)
Dan juga mesti kita yakini bahwa rizki yang Allah beri tersebut adalah yang terbaik bagi kita karena seandainya Allah melebihkan atau mengurangi dari yang kita butuh, pasti kita akan melampaui batas dan bertindak kufur. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
"Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat." (QS. Asy Syuraa: 27)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, "Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong." Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan, "Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya."[5]
Patut diingat pula bahwa nikmat itu adalah segala apa yang diinginkan seseorang. Namun apakah nikmat dunia berupa harta dan lainnya adalah nikmat yang hakiki? Para ulama katakan, tidak demikian. Nikmat hakiki adalah kebahagiaan di negeri akhirat kelak. Tentu saja hal ini diperoleh dengan beramal sholih di dunia. Sedangkan nikmat dunia yang kita rasakan saat ini hanyalah nikmat sampingan semata. Semoga kita bisa benar-benar merenungkan hal ini.[6]
Jadilah Hamba yang Rajin Bersyukur
Pandai-pandailah mensyukuri nikmat Allah apa pun itu. Karena keutamaan orang yang bersyukur amat luar biasa. Allah Ta'ala berfirman,
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
"Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imron: 145)
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"." (QS. Ibrahim: 7)
Ya Allah, anugerahkanlah kami sebagai hamba -Mu yang pandai bersyukur pada-Mu dan selalu merasa cukup dengan segala apa yang engkau beri.
Diselesaikan atas taufik Allah di Pangukan-Sleman, 23 Rabi'ul Akhir 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
[1] Lihat Taysir Al Karimir Rahman, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As Sa'di, hal. 752, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H dan Tafsir Al Jalalain, hal. 482, Maktabah Ash Shofaa.
[2] Lihat Mukhtashor Minhajil Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal. 262, Darul Aqidah, cetakan pertama, tahun 1426 H.
[3] Lihat Tafsir Juz 'Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin, hal. 202, Darul Kutub Al 'Ilmiyah, cetakan tahun 1424 H.
[4] Majmu' Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 11/135, Darul Wafa', cetakan ketiga, 1426 H.
[5] Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, Ibnu Katsir, 12/278, Muassasah Qurthubah.
[6] Lihat Mukhtashor Minhajil Qoshidin, hal. 266
Selengkapnya...
Selasa, 24 Januari 2012
taubatnya wanita pezina
Dosa besar yang telah ia perbuat, mengantarkannya pada sebuah pertaubatan yang agung. Ia dirajam di kota Madinah. Taubatnya setara dengan taubat 70 warga Madinah. Bahkan, Rasul pun mensholatkannya. Jangan ragu untuk bertaubat.
Imran bin al-Husain al-Khunza radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa ada seorang wanita dari Juhainah yang datang kepada Rasulullah Shollallahu alayhi wa Sallam falam keadaan hamil karena berzina. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar batas. Maka tegakkanlah hukum terhadapku.” Kemudian Nabi memanggil salah seorang walinya agar memperlakukannya dengan baik. Beliau berkata, “Perlakukan dia dengan baik. Jika ia telah melahirkan maka bawalah dia kepadaku.” Maka ia melakukannya. Nabi pun memerintahkan untuk menghadirkan wanita tersebut. Lalu bajunya diikatkan pada tubuhnya. Lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu Rasulullah menshalatkannya. Umar radhiallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Apakah engkau menshalatkan dia wahai Rasulullah? Sedangkan ia telah berbuat zina?” Rasulullah bersabda, “Ia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah?” (HR. Muslim)
Makna di Balik Kata
Dalam riwayat yang dinukilkan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shollallahu ‘alayhi wa sallam dalam keadaan hamil karena telah berzina.
Ia pun berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar had(batas), maka tegakkanlah had (hukuman) terhadapku.” Yakni, aku telah melakukan sesuatu yang mengharuskanku untuk dikenai had (hukuman) maka tegakkanlah had itu terhadapku.
Lalu Nabi memanggil seorang walinya dan memerintahkannya untuk memperlakukannya dengan baik. Apabila ia telah melahirkan, maka hendaklah ia membawanya kepada Rasulullah.
Ketika ia telah melahirkan, walinya membawanya kepada Rasulullah. “Dan Nabi memerintahkannya untuk menghadirkan wanita tersebut,” yaitu bajunya diselimutkan dan diikat agar tidak tersikap auratnya. “Kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dirajam, maka ia pun dirajam.” yaitu dilempari dengan batu. Ukuran batu itu tidak besar dan tidak kecil, hingga ia meninggal. Lalu Nabi menshalatkannya.
Beliau mendoakannya dengan doa bagi orang yang telah meninggal. “Lalu Umar berkata kepadanya, ‘Apakah engkau menshalatkannya sedangkan dia telah berbuat zina, wahai Rasulullah?” Sedangkan zina adalah termasuk dosa yang paling besar. Maka Rasulullah berkata, “Ia telah berta ubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian.”Yakni, taubat yang luas, seandainya dibagikan kepada 70 orang dimana semua mereka berbuat dosa, niscaya mereka akan mendapatkan taubat itu dan bermanfaat untuk mereka.
“Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala?”Yaitu, apakah engkau mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari keadaan ini. Yaitu seorang wanita yang datang dan telah membersihkan dirinya, yaitu menyerahkan dirinya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan terlepas dari dosa zina. Tidak ada yang lebih baik dari hal ini.
Pelajaran dari Kisah Ini
Pertama, seorang pezina jika ia seorang muhshan (telah menikah) maka ia wajib untuk dirajam. Ini disebutkan dalam kitab Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan merupakan ayat yang dibaca oleh kaum Muslimin dan mereka hapalkan, mereka pahami dan terapkan. Nabi dan para Khulafaur Rasyidin setelahnya telah melakukan rajam. Tapi Allah dengan kebijaksanaan-Nya telah menghapusnya dari Al-Qur’an secara lafadz dan membiarkan hukumnya berlaku di antara umat ini. Apabila seorang yang muhshan, yaitu yang telah menikah melakukan perzinaan, maka ia akan diraham hingga meninggal. Ia diberdirikan di tempat yang luas. Lalu orang-orang berkumpul dan mengambil batu yang mereka gunakan untuk melemparnya hingga meninggal.
Ini merupakan hikmah Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Yaitu, syariat tidaklah memerintahkan untuk memenggal kepalanya dengan pedang sehingga perkaranya selesai. Tapi ia dirajam agar ia tersiksa dan merasakan pedihnya siksaan sebagai balasan apa yang telah ia dapatkan, berupa lezatnya sesuatu yang haram karena orang yang berbuar zina ini seluruh badannya merasakan nikmatnya sesuatu yang haram.
Karenanya, para Ulama rahimahullah berpendapat untuk tidak menggunakan batu besar. Sebab, ia akan membunuhnya dengan cepat dan ia pun terbebas. Tidak pula dengan batu kecil sekali karena hal itu akan menyakitinya dan lama matinya. Tapi dengan batu yang sedang sehingga ia dapat merasakan sakit kemudian mati.
Apabila ada seseorang yang mengatakan, bukankah Rasulullah telah mengatakan:
“Apabila kalian membunuh maka membunuhlah dengan baik dan apabila kalian menyembelih maka sembelilah dengan baik.” (HR.Muslim)
Membunuh dengan pedang lebih enak bagi orang yang dirajam, daripada ia harus dirajam dengan batu.
Kita katakan, benar Rasulullah telah berkata demikian. Tapi pembunuhan yang baik adalah terjadi apabila karena sesuai dengan syariat. Karena itu, apabila seorang laki-laki yang telah bertindak jahat kepada seseorang, lalu ia membunuhnya dengan sengaja dan memutilasi (membunuh dengan memotong-motong anggota tubuh), maka kita akan memutilasi pelaku kejahatan ini sebelum kita membunuhnya.
Misalnya, jika seorang pelaku kejahatan membunuh seorang. Lalu ia memotong kedua tangannya. Kemudian kedua kakinya, lisannya lalu kepalanya, maka kita tidak membunuh pelaku kejahatan tersebut dengan pedang. Tapi kita potong kedua tangannya, lalu kedua kakinya, lisannya, kita potong kepalanya sebagaiana ia berbuat. Ini termasuk bersikap baik dalam membunuh. Karena sikap baik dalam membunuh adalah dengan sesuatu yang sesuai dengan syariat bagaimanapun keadaannya.
Dalam hadits ini, terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya seseorang untuk mengakui dirinya berbuat zina, dengan tujuan untuk mensucikan dirinya dengan penegakan had, bukan untuk membuka kejelekan dirinya. Orang yang membicarakan dirinya bahwa ia telah melakukan perzinaan dihadapan Imam atau wakilnya dengan tujuan agar ditegakkan hukuman atas dirinya maka orang ini tidaklah dicela dan dihina.
Adapun orang yang menceritakan kepada masyarakat bahwa dia telah berbuat zina, berarti ia telah membongkar aib dirinya sendiri. Ia tak akan dimaafkan. Rasulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda :
“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang mujahir (terang-terangan). Mereka (para sahabat) berkata, “Siapakah orang yang mujahir itu?” Beliau berkata, “Ia adalah orang yang berbuat dosa kemudian Allah tutupi aibnya. Lalu pada pagi harinya ia menceritakannya.” (HR. Muttafaq alaih)
Ada jenis yang ketiga, yaitu orang fasik yang melampaui batas dan tidak punya rasa malu. Ia bercerita tentang ziba dengan bangga, na’udzu billah!Ia berkata bahwa dia pergi ke berbagai negeri untuk berbuat dosa, berzina dengan banyak wanita, dan berbagai kemaksiatan lainnya, dengan rasa bangga.
Orang ini harus diminta bertaubat. Jika ia bertaubat, maka ia akan mendapatkan ampunan. Jika tidak, maka ia dibunuh. Sebab orang yang bangga dengan perbuatan zina, maka sudah pasti ia menghalalkan zina, na’udzu billah! Barangsiapa yang menghalalkan perbuatan zina maka dia adalah orang kafir.
Sebagian orang fasik melakukan hal itu. Yaitu, orang-orang yang karena perbuatannya, kaum muslimin mendapatkan musibah. Banyak orang merasa bangga dnegan hal ini. Jika ia pergi ke suatu negeri yang terkenal dengan kefasikan dan tidak ada rasa malu seperti Bangkok dan negeri-negeri yang penuh kekejian perzinaan, homoseksual, khamar dan lain sebagainya, lalu ia pulang menjumpai temannya dan bangga menceritakan apa yang telah dilakukan.
Orang ini, sebagaimana telah dikatakan harus dimintai untuk bertaubat. Apabila ia bertaubat, maka ia diampuni. Jika tidak mau, maka ia dibunuh. Karena orang yang menghalalkan perzinaan dan lainnya diantara perbuatan yang diharamkan secara jelas dan disepakati keharamannya, maka ia adalah orang kafir.
Rincian Taubat Nasuha
Bisa jadi seseorang telah bertaubat dengan taubat yang nasuha (taubat dengan benar), ia menyesal dan berjanji kepada dirinya untuk tidak mengulanginya. Orang ini sebaiknya tidak pergi dan menceritakan tentang dirina. Tapi hendaklah ia merahasiakan perkara itu dan hanya Allah yang tahu. Barangsiapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubat.
Adapun orang khawatir bahwa taubatnya bukanlah taubat yang nasuha dan khawatir jika ia akan kembali pada perbuatan dosa, sekali lagi maka orang ini sebaiknya pergi kepada pemerintah, hakim, dan lainnya, lalu mengaku dihadapannya agar ditegakkan hukuman terhadapnya.
Sumber : diketik ulang oleh Ummu ‘Umar dari Memetik Hikmah dari Telaga Sunnah (Kumpulan Kisah dari Syaikh Utsaimin) oleh Shalahuddin Mahmud as-Sa’id, Pustaka At-Tazkia, 2006 (hal. 181-188)
Selengkapnya...
Kemana cinta harus kulabuhkan ?
Cinta adalah topik pembicaraan yang tidak akan pernah usang untuk dibahas. Berbagai kalangan, baik tua maupun muda turut membicarakannya, tidak ketinggalan kalangan yang fujjar (hobi maksiat) maupun kalangan alim ulama pun turut memperbicangkannya.
Perbincangan Manusia Mengenai Cinta
Banyak perbincangan orang mengenai cinta ini, al Imam Ibnu al Qayyim rahimahullah menyampaikan beberapa perkataan mengenai cinta,
Al ‘Abbas bin Al Ahnaf mengatakan,
وما الناس إلا العاشقون ذوو الهوى … ولا خير فيمن لا يحب ويعشق
Setiap manusia mesti memiliki cinta…tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak memiliki cinta[1]
Abu Naufal pernah ditanya,
هل يسلم أحد من العشق فقال نعم الجلف الجافي الذي ليس له فضل ولا عنده فهم فأما من في طبعه أدنى ظرف أو معه دمائة أهل الحجاز وظرف أهل العراق فهيهات
“Apakah seorang bisa menghindar dari cinta?” Dia menjawab, “Bisa, (asalkan dia adalah seorang yang) berhati keras dan kurang ajar, yang tidak memiliki keutamaan dan kepintaran. Walaupun seorang hanya memiliki perangai dan akhlak penduduk Hijaz dan Irak yang paling rendah sekalipun, maka tentu dia tidak akan bisa menghindar dari yang namanya cinta.”[2]
‘Ali bin ‘Abdah berkata,
لا يخلو أحد من صبوة إلا أن يكون جافي الخلقة ناقصا أو منقوص الهمة أو على خلاف تركيب الاعتدال
“Tidak mungkin seorang bisa terlepas dari cinta, kecuali dia adalah seorang yang buruk perangai, loyo (tidak bergairah) atau kurang waras.”[3]
Demikianlah, diri kita tidak mungkin terlepas dari sesuatu yang namanya cinta.
Jenis-jenis Cinta
Cinta ternyata dapat membawa seorang kepada kebahagiaan dan tidak sedikit orang yang hanyut oleh arus cinta sehingga terjerumus ke dalam kesengsaraan. Pertanyaannya, cinta manakah yang bisa membawa kepada kebahagiaan dan cinta manakah yang bisa membawa kepada kesengsaraan?
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa terdapat empat jenis cinta yang harus dibedakan sehingga tidak timbul persepsi yang salah sehingga menyebabkan seorang tersesat. Berikut penjelasannya,
Mahabbatullah (cinta kepada Allah). Cinta kepada Allah saja tidak cukup untuk menyelamatkan seorang dari siksa Allah dan mendapatkan pahala dari-Nya karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan yang lainnya juga mencintai Allah.
Allah ta’ala berfirman, (yat),
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Al Maa-idah: 18).
Mahabbatu ma yuhibbullah (mencintai apa yang dicintai Allah). Jenis cinta inilah yang memasukkan seorang ke dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Kecintaan Allah terhadap seorang berbanding lurus dengan kadar kecintaan jenis ini. Contoh kecintaan ini adalah cinta kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, cinta seorang terhadap berbagai peribadatan kepada Allah.
Al Hubbu fillah wa lillah (kecintaan karena Allah dan di jalan Allah). Kecintaan ini merupakan syarat dari kecintaan kepada apa yang dicintai oleh Allah (mahabbatu ma yuhibbullah). Mencintai apa yang dicintai Allah tidak akan lurus kecuali jika ia mencintai karena Allah dan di jalan Allah.
Ilustrasi akan hal ini adalah sebagai berikut, seorang muslim tentu mencintai rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ketika cinta ini tidak dilakukan di jalan Allah, tidak sesuai dengan tuntunan syari’at, maka cinta ini terkadang menjadi sebuah kemaksiatan atau kesyirikan. Diantara contohnya adalah kecintaan seorang yang berkata dalam sya’irnya,
يا رسول الإله إني ضعيف فاشفعني أنت مقصد للشفاء
يا رسوا لإله إن لم تغثني فإلى من ترى يكون التجائي
Wahai rasulullah, sesungguhnya aku tidak berdaya
Maka berilah syafaat untuk diriku, dirimulah harapanku untuk sembuh
Wahai rasululah, jika engkau tidak menolongku
Kepada siapa lagi aku berlindung[4]
Sya’ir di atas merupakan bentuk kecintaan orang tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun demikian, kecintaan tersebut tidaklah bermanfaat bagi orang itu, karena tidak dilakukan di atas tuntunan Allah ta’ala, karena Allah ta’ala memerintahkan nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan,
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (١٨٨)
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al A’raaf: 188).
Contoh lain cinta jenis ketiga ini adalah kecintaan seorang muslim kepada saudaranya yang dilandasi atas dasar keimanan,
عن أبي هريرة : عن النبي صلى الله عليه وسلم أن رجلا زار أخا له في قرية أخرى فأرصد الله له على مدرجته ملكا فلما أتى عليه قال أين تريد ؟ قال أريد أخا لي في هذه القرية قال هل لك عليه من نعمة تربها ؟ قال لا غير أني أحببته في الله عز وجل قال فإني رسول الله إليك بأن الله قد أحبك كما أحببته فيه
“Ada seorang lelaki yang mengunjungi saudaranya di suatu daerah lain. Maka Allah mengirim malaikat untuk mengintai perjalanannya. Ketika lelaki itu bertemu dengan sosok penjelmaan malaikat tersebut, malaikat itu bertanya kepadanya, “Anda hendak kemana?”. Lelaki itu menjawab, “Saya ingin menemui seorang saudara –seagama- saya yang ada di daerah ini.” Malaikat itu bertanya, “Apakah anda mengharapkan tambahan nikmat (dunia) dengan menemuinya?”. Dia menjawab, “Tidak. Hanya saja saya ingin mengunjunginya karena saya mencintainya karena Allah ‘azza wa jalla.” Malikat itu pun berkata, “Sesungguhnya aku dikirim oleh Allah untuk menemuimu dan memberitakan kepadamu bahwa Allah mencintaimu sebagaimana kamu telah mencintainya karena diri-Nya.”[5]
Kecintaan pria di atas adalah kecintaan karena Allah dan di jalan Allah, dia mencintai saudaranya bukan dikarenakan tendensi-tendensi yang bersifat duniawi, namun kecintaannya tersebut dilandasi keimanan terhadap Allah ta’ala.
Al Mahabbah ma’allah (cinta mendua kepada Allah). Artinya dia mencintai selain Allah dan juga mencintai Allah dengan kadar yang sama. Ini merupakan cinta syirik. Setiap orang yang mencintai sesuatu dengan kecintaan yang sama kepada Allah, bukan dilakukan karena Allah atau di jalan-Nya, maka ia telah menjadikan objek yang dicintainya sebagai tandingan selain Allah. Inilah jenis kecintaan orang-orang musyrik.
Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ (١٦٥)
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (Al Baqarah: 165).
Al Mahabbah ath thabi’iyyah (kecintaan manusiawi). Kita diperbolehkan melakukannya, yaitu kecenderungan seorang kepada apa yang disenangi dan yang sesuai dengan watak dan nalurinya. Seperti orang haus, tentu dia akan mencintai air, beitupula ketika lapar, dia akan mencintai makanan, dia senang tidur, mencintai istri dan anak.
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (Al Munafiqun: 9).
Ini bukan cinta yang dicela kecuali jika hal itu telah melalaikan dari mengingat Allah dan menyibukkan diri dari cinta kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman, (yat),
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan shallallahu ‘alaihi wa sallamah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran:14).
Allah ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (٢٤)
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At Taubah: 24).
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (٩)
Demikianlah pembagian cinta menurut imam Ibnul Qayyim yang beliau sampaikan dalam kitab Al Jawaabul Kaafi.
Di tempat yang lain, imam Ibnul Qayyim juga menyimpulkan pembagian cinta. Tidak mengapa kita cantumkan perkataan beliau disini untuk menambah faedah. Kata beliau,
فالمحبة النافعة ثلاثة أنواع : محبة الله ومحبة في الله ومحبة ما يعين على طاعة الله تعالى واجتناب معصيته
والمحبة الضارة ثلاثة أنواع : المحبة مع الله ومحبة ما يبغضه الله تعالى ومحبة ما تقطع محبته عن محبة الله تعالى أو تنقصها فهذه ستة أنواع عليها مدار محاب الخلق فمحبة الله عز وجل أصل المحاب المحمودة وأصل الإيمان والتوحيد والنوعان الآخران تبع لها والمحبة مع الله أصل الشرك والمحاب المذمومة والنوعان الآخران تبع لها
“Cinta yang bermanfaat itu terbagi menjadi tiga, yaitu mahabbatullah (cinta kepada Allah), mahabbah fillah (cinta di jalan Allah) dan mahabbah (cinta) kepada segala sesuatu yang dapat membantu seorang semakin ta’at kepada Allah ta’ala dan menjauhi segala larangannya. Sedangkan cinta yang membahayakan terbagi menjadi tiga pula, mahabbah ma’allah (mencintai sesuatu di samping mencintai Allah), cinta terhadap perkara yang dibenci oeh Allah dan cinta terhadap sesuatu yang dapat memangkas cinta seorang kepada Allah atau menguranginya.
Cinta yang dimiliki oleh manusia tidak terlepas dari keenam perkara tersebut. Mahabbatullah merupakan sumber segala cinta yang terpuji, merupakan dasar iman dan tauhid. Sementara dua cinta terpuji yang lain merupakan penyerta cinta jenis ini.
Demikian pula, mahabbah ma’allah (mencintai sesuatu di samping mencintai Allah) merupakan sumber kemusyrikan dan merupakan cinta yang tercla. Sementara dua cinta tercela lainnya merupakan penyerta cinta jenis ini.”[6]
Kemana Cinta Harus Dilabuhkan?
Cinta diungkapkan dalam bahasa Arab dengan kata ‘al hubb’ yang berarti sesuatu yang terdalam. Jika kita memberikan sesuatu yang terdalam dan berharga kepada orang yang tepat dan patut mendapatkannya, maka kita akan berbahagia tentunya. Sebaliknya, jika kita memberikannya kepada seorang yang tidak layak, maka hal itu akan menyebabkan kesengsaraan hidup.
Oleh karenanya, selayaknya seorang menyerahkan dan melabuhkan cintanya kepada Allah, Zat yang maha sempurna, terbebas dari segala cela, dan Dia-lah yang paling banyak memberikan kebaikan kepada dirinya. Dengan demikian, kecintaan terbesar seorang mukmin adalah ditujukan kepada Allah ta’ala, Zat yang paling pantas untuk dicintai, Zat yang menjadi curahan cinta setiap hamba.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengemukakan beberapa alasan untuk mencintai Allah dalam kitabnya Al Jawaab Al Kaafi[7], diantaranya adalah sebagai berikut:
Secara fitrah, hati cenderung mencintai zat yang memberi nikmat dan mencintai zat yang berjasa kepadanya. Oleh karenanya, manusia wajib mendahulukan cinta kepada Allah, karena semua kebaikan dan kenikmatan yang dirasakan hanya berasal dari Allah semata. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ (٥٣)
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (An Nahl: 53).
Cinta akan timbul jika ada dua motivasi, yaitu kemuliaan dan keindahan pada objek yang dicintainya. Allah itu lebih layak dicintai lebih dari segalanya karena Allah memiliki nama dan sifat yang baik dan mulia, dan hati cenderung mencintai dan senang kepada yang baik-baik.
Setiap orang yang berinteraksi dengan anda, maka ia menginginkan imbalan keuntungan. Sementara Allah berinteraksi dengan kita karena Allah menginginkan agar kita beruntung dengan keuntungan yang paling besar dan bukan Allah yang memperoleh keuntungan. Karena itulah, Allah membalas satu dirham yang diinfakkan dengan sepuluh dirham, kemudian dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.
Semua kebutuhan dan kepentingan anda, bahkan semua kebutuhan makhluk ditanggung oleh Allah, karena Dia-lah yang maha mulia dan dermawan. Dia memberi sebelum diminta dengan pemberian yang tidak pernah dibayangkan oleh yang meminta. Allah berterima kasih untuk setiap perbuatan kita meskipun amalan kita sedikit, bahkan Allah melipatgandakan amalan tersebut. Dia mengampuni dosa yang banyak dan menghapusnya, semua yang ada di langit memintanya setiap hari dan setiap saat.
Oleh karenanya, sungguh merugi, orang yang berpaling dari cinta Allah dan malah sibuk mencintai selain-Nya, padahal Allah tidak memiliki tendensi (kepentingan) terhadap dirinya. Betapa indah apa yang dikatakan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullah, semoga kita bisa mengambil pelajaran dari ucapan beliau.
فيا حسرة المحب الذي باع نفسه لغير الحبيب الأول بثمن بخس وشهوة عاجلة ذهبت لذتها وبقيت تبعتها وانقضت منفعتها وبقيت مضرتها فذهبت الشهوة وبقيت الشقوة وزالت النشوة وبقيت الحسرة فوارحمتاه لِصْبٌ جمع له بين الحسرتين حسرة فوت المحبوب الأعلى والنعيم المقيم وحسرة ما يقاسيه من النصب في العذاب الأليم
“Alangkah meruginya seorang yang menjual dirinya dengan harga yang murah kepada selain kekasih yang pertama (yakni Allah-pen), hanya karena ingin memenuhi nafsu syahwat sementara yang akan berakhir kenikmatannya dan akan terus membawa malapetaka. Alangkah kasihan hati yang di dalamnya terkumpul dua penyesalan, penyesalan karena tidak berjumpa dengan kekasih tertinggi (Allah) dan surga yang dipenuhi kenikmatan, serta penyesalan disebabkan siksaan adzab yang berkepanjangan.”[8]
Gedong Kuning, Yogyakarta, 10 Rabiuts Tsani 1430.
[1] Raudlah al Muhibbin 1/175
[2] Raudlah al Muhibbin 1/177
[3] Raudlah al Muhibbin 1/177
[4] Syawahidul Haqq karya An Nabhani hal 352
[5] HR. Muslim no. 2567 dalam Kitab Al-Birr wa Shilah wal Adab
[6] Ighatsaatul Lahfaan 2/140.
[7] Al Jawaab Al Kaafi hal. 256-259
[8] Ighatsatul Lahfaan 2/121
Selengkapnya...
hakeat jilbab ( Bacalah wahai saudariku )
Kisah ini saya dapat dari sahabatku yang bekerja di salah satu perusahaan asing. Disini saya kutipkan kisah nyata seorang gadis yang menginjak remaja atau kerennya jaman sekarang (ABG) yang sebelumnya tidak karuan tingkah lakunya, namun setelah sadar akan kekeliruannya dan sudah mengerti “HIKMAH MEMAKAI JILBAB” Allah Ta’ala memanggilnya.
Kisah nyata ini dari kawan saya bekerja. Kisah nyata ini semoga berguna bagi yang membacanya, terutama kaum Hawa, juga bagi yang punya istri, yang punya anak perempuan, adik perempuan, saudara perempuan, kakak perempuan, yang masih punya Ibu, yang punya keponakan perempuan……..
Sahabatku menceritakan: Ini cerita tentang adikku Nur Annisa , gadis yang baru beranjak dewasa namun rada Bengal dan tomboy. Pada saat umur adikku menginjak 17 tahun, perkembangan dari tingkah lakunya rada mengkhawatirkan ibuku , banyak teman cowoknya yang datang kerumah dan itu tidak mengenakkan ibuku sebagai seorang guru ngaji.
Untuk mengantisipasi hal itu ibuku menyuruh adikku memakai jilbab, namun selalu ditolaknya hingga timbul pertengkaran pertengkaran kecil diantara mereka. Pernah satu kali adikku berkata dengan suara yang rada keras: “Mama coba lihat deh , tetangga sebelah anaknya pakai jilbab namun kelakuannya ngga beda beda ama kita kita , malah teman teman Ani yang disekolah pake jilbab dibawa om om , sering jalan jalan , masih mending Ani, walaupun begini-gini ani nggak pernah ma kaya gituan ” , bila sudah seperti itu ibuku hanya mengelus dada, kadangkala di akhir malam kulihat ibuku menangis , lirih terdengar doanya: “Ya Allah , kenalkan Ani dengan hukum Engkau ya Allah “.
Pada satu hari didekat rumahku, ada tetangga baru yang baru pindah. Satu keluarga dimana mempunyai enam anak yang masih kecil kecil. Suaminya bernama Abu Khoiri ,(entah nama aslinya siapa) aku kenal dengannya waktu di masjid.
Setelah beberapa lama mereka pindah timbul desas desus mengenai istri dari Abu Khoiri yang tidak pernah keluar rumah , hingga dijuluki si buta , bisu dan tuli. Hal ini terdengar pula oleh Adikku , dan dia bertanya sama aku: “Kak , memang yang baru pindah itu istrinya buta , bisu dan tuli ? “..hus aku jawab sambil lalu” kalau kamu mau tau datangin aja langsung kerumahnya”.
Eehhh tuuh, anak benar benar datang kerumah tetangga baru. Sekembalinya dari rumah tetanggaku , kulihat perubahan yang drastis pada wajahnya, wajahnya yang biasa cerah nggak pernah muram atau lesu mejadi pucat pasi….entah apa yang terjadi.?
Namun tidak kusangka selang dua hari kemudian dia meminta pada ibuku untuk dibuatkan Jilbab ..yang panjang, lagi..rok panjang, lengan panjang…aku sendiri jadi bingung….aku tambah bingung campur syukur kepada Allah karena kulihat perubahan yang ajaib..yah kubilang ajaib karena dia berubah total..tidak banyak lagi anak cowok yang datang kerumah atau teman teman wanitanya untuk sekedar bicara yang nggak karuan…kulihat dia banyak merenung, banyak baca baca majalah islam yang biasanya dia suka beli majalah anak muda kaya gadis atau femina ganti jadi majalah majalah islam , dan kulihat ibadahnya pun melebihi aku …tak ketinggalan tahajudnya, baca Qur’annya, sholat sunat nya…dan yang lebih menakjubkan lagi….bila teman ku datang dia menundukkan pandangan…Segala puji bagi Engkau ya Allah jerit hatiku..
Tidak berapa lama aku dapat panggilan kerja di kalimantan, kerja di satu perusahaan asing (PMA). Dua bulan aku bekerja disana aku dapat kabar bahwa adikku sakit keras hingga ibuku memanggil ku untuk pulang ke rumah (rumahku di Madiun). Di pesawat tak henti hentinya aku berdoa kepada Allah agar Adikku di beri kesembuhan, namun aku hanya berusaha, ketika aku tiba di rumah, didepan pintu sudah banyak orang, tak dapat kutahan aku lari masuk kedalam rumah, kulihat ibuku menangis, aku langsung menghampiri dan memeluk ibuku, sambil tersendat sendat ibuku bilang sama aku: “Dhi, adikkmu bisa ucapkan dua kalimat Syahadah diakhir hidupnya “..Tak dapat kutahan air mata ini…
Setelah selesai acara penguburan dan lainnya, iseng aku masuk kamar adikku dan kulihat Diary diatas mejanya..diary yang selalu dia tulis, Diary tempat dia menghabiskan waktunya sebelum tidur kala kulihat sewaktu adikku-rahimahullah masih hidup, kemudian kubuka selembar demi selembar…hingga tertuju pada satu halaman yang menguak misteri dan pertanyaan yang selalu timbul di hatiku..perubahan yang terjadi ketika adikku baru pulang dari rumah Abu Khoiri…disitu kulihat tanya jawab antara adikku dan istri dari tetanggaku, isinya seperti ini :
Tanya jawab ( kulihat dilembaran itu banyak bekas tetesan airmata ):
Annisa : Aku berguman (wajah wanita ini cerah dan bersinar layaknya bidadari), ibu, wajah ibu sangat muda dan cantik.
Istri tetanggaku : Alhamdulillah, sesungguhnya kecantikan itu datang dari lubuk hati.
Annisa : Tapi ibu kan udah punya anak enam, tapi masih kelihatan cantik.
Istri tetanggaku : Subhanallah, sesungguhnya keindahan itu milik Allah dan bila Allah berkehendak, siapakah yang bisa menolaknya.
Annisa : Ibu, selama ini aku selalu disuruh memakai jilbab oleh ibuku, namun aku selalu menolak karena aku pikir nggak masalah aku nggak pakai jilbab asal aku tidak macam macam dan kulihat banyak wanita memakai jilbab namun kelakuannya melebihi kami yang tidak memakai jilbab, hingga aku nggak pernah mau untuk pakai jilbab, menurut ibu bagaimana?
Istri tetanggaku : Duhai Annisa, sesungguhnya Allah menjadikan seluruh tubuh wanita ini perhiasan dari ujung rambut hingga ujung kaki, segala sesuatu dari tubuh kita yang terlihat oleh bukan muhrim kita semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Ta’ala diakhirat nanti, jilbab adalah hijab untuk wanita.
Annisa : Tapi yang kulihat banyak wanita yang memakai jilbab yang kelakuannya nggak enak, nggak karuan.
Istri Tetanggaku : Jilbab hanyalah kain, namun hakekat atau arti dari jilbab itu sendiri yang harus kita pahami.
Annisa : Apa itu hakekat jilbab ?
Istri Tetanggaku : Hakekat jilbab adalah hijab lahir batin. Hijab mata kamu dari memandang lelaki yang bukan mahram kamu. Hijab lidah kamu dari berghibah (ghosib) dan kesia-siaan, usahakan selalu berdzikir kepada Allah . Hijab telinga kamu dari mendengar perkara yang mengundang mudharat baik untuk dirimu maupun masyarakat. Hijab hidungmu dari mencium cium segala yang berbau busuk. Hijab tangan-tangan kamu dari berbuat yang tidak senonoh. Hijab kaki kamu dari melangkah menuju maksiat.
Hijab pikiran kamu dari berpikir yang mengundang syetan untuk memperdayai nafsu kamu. Hijab hati kamu dari sesuatu selain Allah , bila kamu sudah bisa maka jilbab yang kamu pakai akan menyinari hati kamu, itulah hakekat jilbab.
Annisa : Ibu aku jadi jelas sekarang dari arti jilbab, mudah mudahan aku bisa pakai jilbab, namun bagaimana aku bisa melaksanakan semuanya.
Istri tetanggaku : Duhai Anisa bila kamu memakai jilbab itulah karunia dan rahmat yang datang dari Allah yang Maha Pemberi Rahmat, yang Maha Penyayang, bila kamu mensyukuri rahmat itu kamu akan diberi kekuatan untuk melaksanakan amalan amalan jilbab hingga mencapai kesempurnaan yang diinginkan Allah .
Duhai Anisa, ingatlah akan satu hari dimana seluruh manusia akan dibangkitkan dari kuburnya. Ketika ditiup terompet yang kedua kali, pada saat roh roh manusia seperti anai anai yang bertebaran dan dikumpulkan dalam satu padang yang tiada batas, yang tanahnya dari logam yang panas, tidak ada rumput maupun tumbuhan.
Ketika tujuh matahari didekatkan di atas kepala kita namun keadaan gelap gulita. Ketika seluruh Nabi ketakutan. Ketika ibu tidak memperdulikan anaknya, anak tidak memperdulikan ibunya, sanak saudara tidak kenal satu sama lain lagi, kadang satu sama lain bisa menjadi musuh, satu kebaikan lebih berharga dari segala sesuatu yang ada dialam ini.
Ketika manusia berbaris dengan barisan yang panjang dan masing masing hanya memperdulikan nasib dirinya, dan pada saat itu ada yang berkeringat karena rasa takut yang luar biasa hingga menenggelamkan dirinya, dan rupa rupa bentuk manusia bermacam macam tergantung dari amalannya, ada yang melihat ketika hidupnya namun buta ketika dibangkitkan, ada yang berbentuk seperti hewan, ada yang berbentuk seperti syetan, semuanya menangis, menangis karena hari itu Allah murka, belum pernah Allah murka sebelum dan sesudah hari itu, hingga ribuan tahun manusia didiamkan Allah dipadang mahsyar yang panas membara hingga Timbangan Mizan digelar itulah hari Yaumul Hisab.
Duhai Annisa, bila kita tidak berusaha untuk beramal dihari ini, entah dengan apa nanti kita menjawab bila kita di sidang oleh Yang Maha Perkasa, Yang Maha Besar, Yang Maha Kuat, Yang Maha Agung, Allah. Di Yaumul Hisab nanti! Di Hari Perhitungan nanti!!
Sampai disini aku baca diarynya karena kulihat, berhenti dan banyak tetesan airmata yang jatuh dari pelupuk matanya, Subhanallah, kubalik lembar berikutnya dan kulihat tulisan, kemudian kulihat tulisan kecil di bawahnya: buta, tuli dan bisu, wanita yang tidak pernah melihat lelaki selain muhrimnya, wanita yang tidak pernah mau mendengar perkara yang dapat mengundang murka Allah Ta’ala, wanita yang tidak pernah berbicara ghibah, ghosib dan segala sesuatu yang mengundang dosa dan sia sia tak tahan airmata ini pun jatuh membasahi diary.
Itulah yang dapat saya baca dari diarynya, semoga Allah menerima Adikku di sisinya, Amin , Subhanallah.
Bapak-Bapak, Ibu-ibu, Saudara-Saudaraku, adik-adikku dan Anak-anakku yang dimuliakan oleh Allah . Khususnya kaum hawa. Saya mengharap kisah nyata ini bisa menjadi iktibar, menjadi pelajaran bagi kita , bagi putri-putri kita semua. Semoga meresap dihati yang membacanya dan semoga Allah Ta’ala senantiasa memberi petunjuk, memberi Rahmat, hidayah bagi yang membaca dan menghayatinya.
Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan iman kita untuk menjalankan (memenuhi) segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa-apa yang dilarang-Nya, dan mendapat derajat takwa yang tinggi, selamat didunia sampai di akhirat nanti, mendapat pertolongan dan syafa’at di hari yaumul hisab dan mendapat surga yang tinggi, amien. Wallaahu a’lam bish shawab, billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.
sumber :fb maktabah ilmu (dengan sedikit perbaikan kata)
sumber : http://enkripsi.wordpress.com/2010/11/24/hakekat-jilbab/
Selengkapnya...
Minggu, 22 Januari 2012
Antara dosa dan Cinta
Disaat keinginan tak terwujudkan dalam tindakan,
dikala hati merindukan ketaatan,
menagis menyesali kekilafan,
hanya satu dari jutaan harapan yang kuinginkan,
hanyalah ampunanmu yang kudambakan...
walaupun tangan kadang enggan berdo'a,
namun cintaku untuk-MU takkan pernah mendua.
ya Allah mudahkan jalanku menuju ketaatan kepada-mu
عَلِّمْنِى دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِى صَلاَتِى . قَالَ « قُلِ :اللَّهُمَّ إِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِى مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ ، وَارْحَمْنِى إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Ajarkanlah aku suatu do'a yang bisa aku panjatkan saat shalat!" Maka Beliau pun berkata, "Bacalah: 'ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN 'INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHOFUURUR RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) '." (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705) [1]*
Selengkapnya...
Dzikir Pagi
Seorang muslim sangat butuh pertolongan dan perlindungan Allah setiap harinya. Sebagai pembuka dzikir di shubuh atau pagi hari, sangat baik sekali jika seseorang mengamalkan dzikir pagi berikut ini. Keutamaan dzikir pagi amatlah banyak, di antaranya akan lebih memperlancar aktivitas di hari tersebut. Moga Allah mudahkan untuk mengamalkan dzikir ini.
Dzikir Dibaca di Waktu Pagi
(Antara Shubuh hingga matahari terbit)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ أَقْعُدَ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَعَالَى مِنْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَةً مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ
“Aku duduk dengan kaum yang berdzikir kepada Allah Ta’ala mulai dari shalat Shubuh hingga matahari terbit lebih kusukai dari empat budak keturunan Isma’il[1] yang dimerdekakan.”[2]
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.”
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا، وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa seizin-Nya. Dia mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al Baqarah: 255) (Dibaca 1 x)[3]
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada- Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al Ikhlas: 1-4) (Dibaca 3 x)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan-kejahatan wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (QS. Al Falaq: 1-5) (Dibaca 3 x)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ مَلِكِ النَّاسِ إِلَهِ النَّاسِ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia.” (QS. An Naas: 1-6) (Dibaca 3 x)[4]
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ.
“Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada ilah (yang berhak disembah) kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya. Milik Allah kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.Ya Rabbku, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Ya Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di Neraka dan siksaan di kubur.” (Dibaca 1 x)[5]
اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ.
“Ya Allah, dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu sore. Dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami hidup dan dengan kehendak-Mu kami mati. Dan kepada-Mu kebangkitan (bagi semua makhluk).” (Dibaca 1 x)[6]
Membaca Sayyidul Istighfar
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
“Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku pada-Mu (yaitu menjalankan ketaatan dan menjauhi larangan, pen) semampuku dan aku yakin akan janji-Mu (berupa pahala). Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (Dibaca 1 x)[7]
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَصْبَحْتُ أُشْهِدُ وَأُشْهِدُ حَمَلَةَ عَرْشِكَ، وَمَلاَئِكَتَكَ وَجَمِيْعَ خَلْقِكَ، أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ
“Ya Allah, sesungguhnya aku di waktu pagi ini mempersaksikan Engkau, malaikat yang memikul 'Arys-Mu, malaikat-malaikat dan seluruh makhluk-Mu, bahwa sesungguhnya Engkau adalah Allah, tiada ilah yang berhak disembah kecuali Engkau semata, tiada sekutu bagi-Mu dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Mu.” (Dibaca 4 x)[8]
اَللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ.
“Ya Allah, nikmat yang kuterima atau diterima oleh seseorang di antara makhluk-Mu di pagi ini adalah dari-Mu. Maha Esa Engkau, tiada sekutu bagi-Mu. Bagi-Mu segala puji dan kepada-Mu panjatan syukur (dari seluruh makhluk-Mu).” (Dibaca 1 x)[9]
اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah, selamatkan tubuhku (dari penyakit dan yang tidak aku inginkan). Ya Allah, selamatkan pendengaranku (dari penyakit dan maksiat atau sesuatu yang tidak aku inginkan). Ya Allah, selamatkan penglihatanku, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Engkau. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tiada ilah (yang berhak disembah) kecuali Engkau.” (Dibaca 3 x)[10]
حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
“Allah-lah yang mencukupi (segala kebutuhanku), tiada ilah (yang berhak disembah) kecuali Dia, kepadaNya aku bertawakal. Dia-lah Rabb yang menguasai ‘Arsy yang agung.” (Dibaca 7 x)[11]
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ.
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari muka, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku (oleh ular atau bumi pecah yang membuat aku jatuh dan lain-lain).” (Dibaca 1 x)[12]
اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرُّهُ إِلَى مُسْلِمٍ.
“Ya Allah, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, wahai Rabb pencipta langit dan bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan diriku, setan dan balatentaranya, dan aku (berlindung kepada-Mu) dari berbuat kejelekan terhadap diriku atau menyeretnya kepada seorang muslim.” (Dibaca 1 x)[13]
بِسْمِ اللهِ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Dibaca 3 x)[14]
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
“Aku ridho Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi (yang diutus oleh Allah).” (Dibaca 3 x)[15]
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ.
“Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu), dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).” (Dibaca 1 x)[16]
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَ هَذَا الْيَوْمِ: فَتْحَهُ، وَنَصْرَهُ وَنُوْرَهُ، وَبَرَكَتَهُ، وَهُدَاهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْهِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ.
”Kami memasuki waktu pagi, sedang kerajaan hanya milik Allah, Rabb seluruh alam. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu agar memperoleh kebaikan, pembuka (rahmat), pertolongan (atas musuh), cahaya (di atas ilmu dan amal), berkah (rizki yang halal) dan petunjuk (untuk mengikuti kebenaran dan menyelisihi hawa nafsu) di hari ini. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang ada di dalamnya dan kejahatan sesudahnya.” (Dibaca 1 x)[17]
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ.
“Di waktu pagi kami memegang agama Islam, kalimat ikhlas, agama Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan agama ayah kami Ibrahim, yang berdiri di atas jalan yang lurus, muslim dan tidak tergolong orang-orang musyrik.” (Dibaca 1 x)[18]
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
“Maha suci Allah, aku memujiNya.” (Dibaca 100 x)[19]
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ.
“Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca 1o x[20] atau 1 x[21] jika dalam keadaan malas)
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
“Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Milik Allah kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca 100 x)[22
]
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
“Maha Suci Allah, aku memujiNya sebanyak makhlukNya, sejauh kerelaanNya, seberat timbangan ‘Arsy-Nya dan sebanyak tinta tulisan kalimatNya.” (Dibaca 3 x)[23
]
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain, pen), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).” (Dibaca 1 x)[24]
أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
“Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.” (Dibaca 100 x dalam sehari)[25]
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad.” (Dibaca 10 x)[26]
sumber : http://rumaysho.com
___________________________________________________________________________________
[1] Di sini disebutkan budak keturunan Isma’il karena budak tersebut adalah budak yang paling berharga.
[2] HR. Abu Daud no. 3667. Syaikh Al Albani menghasankan hadits tersebut. Lihat Shahih Abu Daud (2/698).
[3] HR. Al Hakim (1/562). Syaikh Al Albani menshahihkan hadits tersebut dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/273, no. 655). Dikuatkan lagi dengan riwayat An Nasai dalam ‘Amal Al Yaum wal Lailah no. 960, Ath Thobroni dalam Al Kabir no. 541. Beliau katakan bahwa sanad Ath Thobroni jayyid.
[4] Dalam hadits dari ‘Abdullah bin Khubaib disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan surat tersebut masing-masing sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka itu akan mencukupinya dari segala sesuatu. (HR. Abu Daud (4/322, no. 5082), Tirmidzi (5/567, no. 3575). Lihat Shahih At Tirmidzi (3/182))
[5] HR. Muslim (4/2088, no. 2723)
[6] HR. Tirmidzi (5/466, no. 3391). Lihat Shahih At Tirmidzi (3/142).
[7] Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengucapkan dzikir ini di siang hari dalam keadaan penuh keyakinan, lalu ia mati pada hari tersebut sebelum sore hari, maka ia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa yang mengucapkannya di malam hari dalam keadaan penuh keyakinan, lalu ia mati sebelum shubuh, maka ia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari (7/150, no. 6306))
[8] Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan dzikir ini ketika shubuh dan sore hari sebanyak empat kali, maka Allah akan membebaskan dirinya dari siksa neraka.” (HR. Abu Daud (4/317, no. 5069), Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 1201. An Nasai dalam ‘Amal Al Yaum wal Lailah no. 9 dan Ibnus Sunni no. 70. Syaikh Ibnu Baz menyatakan bahwa sanad An Nasai dan Abu Daud hasan sebagaimana dalam Tuhfatul Akhyar hal. 23)
[9] Dalam hadits dari ‘Abdullah bin Ghonnam radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan dzikir ini di shubuh hari, maka ia berarti telah menunaikan syukur di hari itu. Dan barangsiapa yang mengucapkan semisal itu pula di sore hari, maka ia berarti telah menunaikan syukur di malam itu. (HR. Abu Daud (4/318, no. 5073), An Nasai dalam ‘Amal Al Yaum wal Lailah no. 7 dan Ibnus Sunni no. 41, Ibnu Hibban (Mawarid) no. 2361. Syaikh Ibnu Baz menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan sebagaimana dalam Tuhfatul Akhyar hal. 24)
[10] HR. Abu Daud (4/324, no. 5090), Ahmad (5/42), An Nasai dalam ‘Amal Al Yaum wal Lailah no. 22, Ibnus Sunni no. 69, Al Bukhari dalam Adabul Mufrod. Syaikh Ibnu Baz menghasankan hadits ini sebagaimana dalam Tuhfatul Akhyar hal. 26.
[11] Dalam hadits dari Abu Ad Darda’ radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan dzikir tersebut di shubuh dan sore hari sebanyak tujuh kali, maka Allah akan memberi kecukupan bagi kepentingan dunia dan akhiratnya. (HR. Ibnus Sunni no. 71 secara marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), Abu Daud secara mauquf (sampai pada sahabat) (4/321, no. 5081). Syaikh Syu’aib dan ‘Abdul Qodir Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini shahih dalam Zaadul Ma’ad (2/376))
[12] HR. Abu Daud no. 5074, Ibnu Majah no. 3871. Lihat Shahih Ibnu Majah 2/332.
[13] HR. At Tirmidzi no. 3392, Abu Daud no. 5067. Lihat Shahih At Tirmidzi 3/142.
[14] Dalam hadits ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan dzikir tersebut sebanyak tiga kali di shubuh hari dan tiga kali di sore hari, maka tidak akan ada yang memudhorotkannya. (HR. Abu Daud (4/323, no. 5088, 5089), At Tirmidzi (5/465, no. 3388), Ibnu Majah no. 3869, Ahmad (1/72). Lihat Shahih Ibnu Majah (2/332). Syaikh Ibnu Baz menyatakan bahwa sanad hadits tersebut hasan dalam Tuhfatul Akhyar hal. 39)
[15] Dalam hadits Tsauban bin Bujdud radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan hadits ini sebanyak tiga kali di shubuh hari dan tiga kali di sore hari, maka pantas baginya mendapatkan ridho Allah di hari kiamat. (HR. Ahmad (4/337), An Nasai dalam ‘Amal Al Yaum wal Lailah no. 4, Ibnus Sunni no. 68, Abu Daud (4/318, no. 5072), At Tirmidzi (5/465, no. 3389). Syaikh Ibnu Baz menghasankan hadits ini dalam Tuhfatul Akhyar hal. 39)
[16] HR. Al Hakim dan beliau menshahihkannya, Adz Dzahabi pun menyetujui hal itu (1/545). Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/273, no. 654)
[17] HR. Abu Daud (4/322, no. 5084). Syaikh Syu’aib dan ‘Abdul Qodir Al Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits tersebut hasan dalam tahqiq Zaadul Ma’ad (2/273).
[18] HR. Ahmad (3/406,407), Ibnus Sunni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah no. 34. Lihat Shahih Al Jaami’ (4/209, no. 4674)
[19] Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan kalimat ‘subhanallah wa bi hamdih’ di pagi dan sore hari sebanyak 100 x, maka tidak ada yang datang pada hari kiamat yang lebih baik dari yang ia lakukan kecuali orang yang mengucapkan semisal atau lebih dari itu.” (HR. Muslim (4/2071, no. 2692))
[20] HR. An Nasai dalam ‘Amal Yaum wal Lailah no. 24 dari hadits Abu Ayyub Al Anshori radhiyallahu ‘anhu. Dalam hadits disebutkan bahwa barangsiapa yang menyebutkan dzikir tersebut sebanyak 10 x, Allah akan mencatatkan baginya 10 kebaikan, menghapuskan baginya 10 kesalahan, ia juga mendapatkan pahala semisal memerdekakan 10 budak, Allah akan melindunginya dari gangguan setan, dan jika ia mengucapkannya di sore hari, ia akan mendapatkan keutamaan semisal itu pula. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/272, no. 650), Tuhfatul Akhyar – Syaikh Ibnu Baz (hal. 55).
[21] HR. Abu Daud (4/319, no. 5077), Ibnu Majah no. 3867, Ahmad 4/60. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/270), Shahih Abu Daud (3/957), Shahih Ibnu Majah (2/331), Zaadul Ma’ad (2/377) dan dalamnya ada lafazh “10 x”.
[22] Dalam hadits disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan dzikir tersebut dalam sehari sebanyak 100 x, maka itu seperti membebaskan 10 orang budak, dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus baginya 100 kesalahan, dirinya akan terjaga dari gangguan setan dari pagi hingga sore hari, dan tidak ada seorang pun yang lebih baik dari yang ia lakukan kecuali oleh orang yang mengamalkan lebih dari itu. (HR. Bukhari disertai Fathul Bari (4/95, no. 3293) dan Muslim (4/2071, no. 2691))
[23] HR. Muslim (4/2090, no. 2726)
[24] HR. Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 54, Ibnu Majah no. 925. Syaikh ‘Abdul Qodir dan Syu’aib Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini hasan dalam tahqiq Zaadul Ma’ad 2/375.
[25] HR. Bukhari bersama Fathul Bari (11/101, no. 6307) dan Muslm (4/2075, no. 2702)
[26] Dari Abu Darda’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat untukku sepuluh kali di pagi dan sore hari, maka ia akan mendapatkan syafa’atku di hari kiamat nanti.” (HR. Thobroni melalui dua isnad, keduanya jayyid. Lihat Majma’ Az Zawaid (10/120) dan Shahih At Targhib wa At Tarhib (1/273, no. 656))
Selengkapnya...